NND’s Story: Fitur di Media Sosial dan Regulasi Diri
Knock, knock! 2023!
Baru sadar, sepanjang 2022 saya nggak ada nulis blog sama sekali! Wow, kok bisa? Setelah diingat-ingat, memang sepanjang 2022 saya lebih concern ke media sosial. Di paruh pertama tahun kemarin, saya mulai menjajaki TikTok. Ya Allah, jadi anak TikTok juga akhirnya… Hahahaha. Alhamdulillah sempat beberapa kali FYP dengan lonjakan followers yang menurut saya pribadi cepat banget. Namun karena satu dan lain hal, akhirnya saya putuskan untuk hiatus dari TikTok di pertengahan 2022. Ya, mungkin saja sih akan saya lanjutkan lagi di tahun ini, hehehe.
Now, speaking of another social media, yakni Instagram. Jujur, kalau dipikir-pikir, tahun ini jadi tahun ke-10 saya sliweran ‘kerja’ di Instagram. Banyaaak banget suka duka yang sudah saya alami. Mulai dari kerjasama dengan brand, ‘dituntut’ menjadi kreatif dan mengikuti tren, sampai pengalaman bekerja di bawah tekanan (baca: algoritma yang berubah-ubah), semuanya pernah saya rasakan. Berhubungan dengan orang-orang baru, berhubungan kembali dengan teman-teman lama. Ketemu yang baik, ketemu juga yang kurang baik. Hmm.. atau setidaknya, kurang pas dengan diri saya.
Pernah nggak melalui media sosial, kamu jadi berkenalan dengan orang baru atau bertemu kembali dengan teman lama tapi rasanya kurang klop denganmu? Bisa jadi karena karakter dirinya atau ada pengalaman yang membuat hubungan kalian kurang baik. Hehe sulit ya… Mau dihempas tapi nggak enak. Thank God, khususnya di Instagram, ada fitur-fitur yang bisa buat dirimu (setidaknya) merasa enak untuk ‘menghempaskan’ mereka. Mute, hide my post, move DM to general, hingga blocked. Dan hari ini, saya mau bahas itu.
Dimulai dari bertemu orang baru atau mungkin yang biasanya disebut sebagai netizen (walaupun jujur saya lebih senang menyebutnya sebagai ‘teman online‘ dibanding netizen, entah gimana menurut saya netizen lebih terdengar ‘kasar’ dan seolah menempatkan posisi mereka di bawah kita). Saya pernah berkenalan bahkan bertemu dengan banyaaak teman online yang baik-baik, bahkan banyak yang akhirnya berteman sampai hari ini. Alhamdulillah, untuk hate comment, bisa dibilang saya hampir nggak pernah ngerasain karena komentar-komentar yang masuk mostly baik-baik. Yang mengganggu lebih ke arah memaksa (maksa balas DM, maksa minta review sesuatu, maksa direspon, memaksakan pendapatnya ke saya, dst). Oh iya, ada juga tipe-tipe teman online yang mungkin merasa sudah dekat dengan saya (karena pernah beberapa kali berbalas DM) yang akhirnya membuat mereka terkesan seenaknya dengan saya. Ada juga kejadian lucu. One day, ada teman online saya yang selalu nyebut nama saya “Anida” instead of “Aninda”. Awalnya saya pikir ya dia typo, tapi kok setiap DM ke saya pasti dia nulisnya “Anida”, akhirnya saya tegur. Dan yang bikin saya bingung balasannya adalah: “Ya nggak apa-apa, aku nggak typo kok, Bunin. Aku lebih seneng nyebut Anida soalnya.” Hadeuh, tepok jidat. Buat yang seperti saya sebutkan di atas, hampura pisan, langsung saya move DM to general atau blocked sekalian kalau memang terasa sangat mengganggu.
Ada juga beberapa teman lama, yang dulu bahkan mungkin tidak menganggap saya ada HAHAHA atau tidak menjalin relasi dekat dengan saya, tiba-tiba muncul ke permukaan dan PDKT. Nah, biasanya kalau yang begini ini nih: ada maunya. Dan biasanya berhubungan dengan pekerjaan. Untuk yang seperti ini, biasanya saya lihat-lihat dulu track record-nya dalam hidup saya. Kalau dulu relasi yang terjalin tidak dekat karena memang beda peer group, beda jurusan sekolah, dan sebagainya, saya masih oke. Tapi, kalau pernah ada pengalaman drama kehidupan dengannya, aduh maap nggak dulu. Untuk tipe yang seperti ini, biasanya saya hide my post dan mute.
Ada juga satu pengalaman, saya kenalan dengan seorang teman online yang secara cepat menjadi teman saya di dunia nyata. Senang, karena banyak value yang saya lihat di dirinya yang menjadikan dia perempuan yang tangguh. Bekerja, mengurus rumah tangga, menemukan kebahagiaan melalui cara yang sederhana dan tanpa gengsi. But, people change. Entah betul-betul berubah atau saya baru lihat her true colors yang mana tidak sejalan dengan apa yang saya kenal. Kebiasaan yang dipertontonkan melalui akun Instagram-nya pun berubah, termasuk yang dikhususkan untuk Close Friends-nya, dan saya termasuk di dalamnya. Awalnya, saya (berusaha) biasa saja. Then I know, beberapa mutual friends saya dengan dia pun membicarakan dia. Berarti bukan saya saja yang terganggu dengannya, saya pikir. Hingga tiba hari di mana saya mulai tidak tahan dengan apa yang dia post di CF-nya dan pada hari itu juga saya langsung minta dia untuk kick me out from her CF. Don’t get me wrong, sebelum itu saya sudah berusaha untuk mute dia terlebih dahulu, tapi it didn’t work karena somehow saya tetap bisa lihat her CF posts.
Saya percaya kalau semua fitur-fitur itu dibuat untuk ‘menjaga’ diri kita dari pemikiran atau perasaan yang tidak baik. Vibes seseorang itu bisa menular cepat lho di media sosial, sudah banyak literasi yang membahas hal ini. Mulai dari memunculkan perasaan insecure, FOMO, bahkan jika ditarik dari sisi agama tidak jarang jadi berghibah dengan diri sendiri. Walaupun terkesan ‘jahat’ menggunakan fitur ini, but we need to choose what we want to see or hear. We have that rights.
Begitu pula jika ada orang lain yang terganggu dengan post saya, saya akan berbesar hati memahami alasan mereka saat menggunakan fitur-fitur ini pada saya. Sah-sah aja.
So, pesan saya di awal 2023 ini apa ya…? Mungkin lebih memikirkan diri sendiri terkait penggunaan media sosial kali ya. Kalau memang diri kita nggak nyaman, boleh banget meregulasi diri kita melalui fitur-fitur tersebut 🙂
Always Love,
Aninda – The-A-Family
453 total views, 1 views today