NND’s Story: Penipuan Berkedok Covid-19
Semingguan ini saya benar-benar mempertimbangkan pingin cerita tentang ini ke publik atau nggak. Di satu sisi, saya pikir cukup saya, keluarga, dan beberapa teman dekat saja yang perlu tahu. Tapi di sisi lain, saya nggak mau ada orang-orang lain yang terjebak di masalah yang sama dengan saya. Karena, ini sungguh nggak enak. Apalagi masalah ini terkait dengan Covid-19. Saat di mana mungkin ada banyak orang yang ingin membantu sesama, tapi ternyata malah ada beberapa pihak yang menyalahartikan momen ini. Aneh, perbuatan baik yang kita lakukan ternyata tidak selamanya baik.
Akan saya rangkum cerita ini dari awal, sehingga teman-teman yang membaca bisa mengerti. Nama-nama yang tertera pada cerita berikut adalah nama samaran, selebihnya adalah fakta. Semua cerita di bawah ini ada bukti chat-nya. Sorry, this will be a long post.
Awal 2017
Saya memang gemar berbagi di Instagram, seringkali dapat berbagai DM dari teman-teman followers. Seperti pada hari itu, saya dapat DM dari seseorang bernama Mawar. Mawar ini salah satu followers saya. Dia mengabarkan bahwa ada bayi perempuan yang ditelantarkan oleh orangtuanya di depan panti milik ibunya Mawar. Mawar cerita memang ibunya punya panti yang menjadi rumah bagi anak-anak yatim piatu dan kurang beruntung. Dia mengirimkan foto bayi yang sedang menangis di dalam sebuah ember, mekonium-nya (feses bayi baru lahir) juga ada di dalam ember itu. Tak lama berselang, ibu bayi itu ditemukan oleh warga sekitar panti. Ibu bayi itu masih anak-anak, jelas Mawar. Saya masih punya chat-nya. Dia menyatakan ibu bayi itu baru berusia 15 tahun, sedangkan ayahnya tidak jelas siapa. Dia juga menyatakan ibu bayi ini tidak mau mengurus bayinya dan ingin menjadi TKW saja, sehingga bayi ini akan dititipkan di panti. Setelah menjelaskan dengan detail perihal bayi ini dan terus mengirimkan saya beberapa fotonya, dia pun bertanya akan kesediaan saya untuk membantu.
Saat itu saya sedang hamil Ayra, anak kedua saya. Jujur, rasanya saya ingin peluk bayi itu. Kalau bisa saya asuh, saya mau asuh bayi tersebut di rumah saya. Saya menanyakan perihal pengasuhan tersebut kepada Mawar dan Mawar mengatakan keluarga ibu dari bayi tersebut keberatan jika ia harus dibawa ke Jakarta. Oh ya, lokasi mereka ada di Jawa Barat (tapi di pedalamannya), yang menurut Mawar agak susah untuk dijangkau karena akses jalan yang kurang bagus. Baiklah. Akhirnya, saya tanya apa saja keperluan yang dibutuhkan oleh bayi itu dan saya kirim langsung dari Jakarta. Singkat cerita, bayi ini jadi anak asuh saya. Bahkan, nama belakangnya diberikan oleh ayah saya. Anggaplah namanya Cahaya Ayu. Cahaya menjadi anak asuh saya walaupun memang tidak rutin saya bantu. Saya pasif dan hanya menunggu kabar dari Mawar tentang Cahaya.
2018-2019
Mawar mengirimkan saya update foto dan video Cahaya, walaupun memang tidak terlalu sering. Fotonya ada beberapa, videonya juga lucu-lucu. Cahaya tumbuh menjadi anak batita yang menggemaskan. Mawar pun bercerita kalau sekarang ibunya Cahaya sudah ‘sadar’ dan mau membantu mengurus Cahaya di panti.
Sebenarnya ada satu hal yang sekarang baru saya sadari. Hampir setiap kali Mawar update kabar Cahaya pasti diikuti dengan kabar kurang baik, seperti Cahaya sakit demam, alergi susu sapi, jatuh dari motor, sampai ada benjolan yang harus dibiopsi. Polanya hampir selalu begitu. Ketika saya dikabari seperti itu – entah mengapa – saya nggak pernah panik. Saya selalu jawab, “Oh coba dibawa aja ke rumah sakit yang lebih besar” atau “Dilihat dulu perkembangannya ya sampai besok” atau “Lain kali lebih hati-hati ya Mbak”, dst. Mawar pun tidak pernah memaksa saya untuk membantu, jadi saat dikabari berita-berita kurang baik inipun – lagi-lagi entah kenapa – kadang saya seperti tidak ada rasa ingin membantu. Setelah saya jawab seperti jawaban di atas, Mawarpun hilang. Nggak memberikan kabar lagi ke saya mengenai perkembangan kesehatan Cahaya. Saya juga kadang lupa, karena banyak kesibukan lain. Dan, Mawar baru datang lagi jika ada kabar kurang baik lainnya. Begitu terus polanya.
30 Maret 2020
Pagi itu, Mawar menghubungi saya. Dia bilang Cahaya terkena tubercolosis (TB) dan bronkopneumonia (BP), sudah demam sejak 5 hari lalu. Saya langsung meminta dia untuk bawa Cahaya ke rumah sakit ibu dan anak (RSIA) karena saya khawatir kalau dibawa ke RS umum. Mawar bilang beberapa hari lalu sudah dibawa ke salah satu RSIA di Bandung, tapi kamar rawat inap sudah penuh dan tinggal kelas VIP yang harganya selangit. Saya tanya, “Bisa langsung dites Covid-19 saja nggak?” karena jujur pikiran saya sudah kemana-mana, apalagi TB dan BP berhubungan juga dengan pernapasan. Kata Mawar bisa, bisa dilakukan di RSIA tersebut juga, tapi biayanya tidak murah. Saya tanya kondisi Cahaya, katanya demamnya hampir 41 derajat, suka mengingau, dan sesak nafasnya. Akhirnya, saya bantu semampu saya, saya nggak mau ada hal buruk menimpa Cahaya. Awalnya, Mawar menolak dan mengatakan akan mengganti uang saya nanti. Saya bilang tidak usah, saya ikhlas untuk Cahaya.
Cahayapun dibawa ke puskesmas oleh Mawar. Mawar bilang kalau harus ke RSIA perjalanannya cukup jauh, jadi mau dibawa ke puskesmas dulu untuk diberikan oksigen. Dia sempat mengirimkan saya foto Cahaya di puskesmas dengan hoodie berwarna kuning dan masker yang menutupi wajahnya. Dia juga mengirimkan billing puskesmas ke saya, yang berisikan cukup banyak nama-nama obat dengan total harga yang menurut saya mahal juga. Sayapun menegaskan ke Mawar kalau nanti siang dia harus bawa Cahaya ke RSIA untuk dites, bagaimanapun kondisinya. Mawar mengiyakan, walaupun ternyata tidak ia lakukan. Alasannya siang itu hujan, sehingga dia tidak bisa membawa Cahaya ke RSIA.
Akhirnya saya coba menghubungi beberapa teman dokter untuk mengonsultasikan hal ini. Mereka bilang coba hubungi hotline Covid-19. Saya meminta Mawar untuk menghubungi ke sana, tapi tidak langsung dia lakukan. Dia bilang, “Aduh kepala saya keram ah.. Nggak bisa mikir, Bu. Gemeteran nih, Bu.. Saya mau sholat Ashar dulu, mungkin habis ini nggak gemeteran. Ini anaknya juga udah mendingan kok Bu, habis mandi.” Bingung nggak? Saya ngerti ya, dia pasti panik kalau ternyata kenyataannya harus dijemput dan dirawat, tapi apa lagi coba yang bisa dilakukan selain cari pertolongan??? Kok malah nggak mau nelepon? Akhirnya saya coba rayu lagi, sampai dia mau. Setelah telepon dia bilang pihak hotline malah tertawa dan menganggap dia panik karena kebanyakan nonton berita di televisi. Ini semua kata Mawar, ya. Saya kesal dan bertanya balik ke Mawar, “Mbak bilang nggak Cahaya ada TB dan BP?” Kata Mawar, dia sudah bilang, tapi menurut petugas hotline TB dan BP bukan masalah, tidak bisa melakukan tes mandiri juga, dan bahkan Cahaya disuruh lanjut minum obat dan minum imb**st. Lagi-lagi, itu kata Mawar. Saya heran dalam hati. Masa iya petugas hotline berani memberikan informasi seperti itu? Mawar bilang lagi ke saya, “Kalau Ibu berkenan telepon saja hotline-nya. Mungkin kalau Ibu bisa lebih jelas nanyanya. Punten, saya bisi salah, Bu.” Tapi nggak saya telepon. Entah mengapa ada perasaan aneh yang saya rasakan.
Saya bingung kenapa Mawar ini santai banget, padahal ini urusannya nyawa. Kalau saya jadi Mawar mungkin saya bakal ngotot pas nelepon hotline atau mungkin saya bakal ngelakuin apapun supaya bisa ke RSIA secepat-cepatnya. Tapi ini nggak, nggak sama sekali.
31 Maret 2020
Sekitar pukul setengah sembilan pagi, Mawar chat saya. Dia bilang pukul 3 dini hari tadi Cahaya masuk IGD RSIA, karena sesak nafas sampai biru badannya. Saya tanya kondisinya pagi ini dan dia cerita Cahaya masih di IGD sedang menunggu ambulans karena ternyata langsung dirujuk ke RSHS. Saya meminta Mawar untuk foto Cahaya, tapi Mawar bilang dia lagi di bank. Lalu dia cerita, sesaat sebelum dia tinggal ke bank dia sempat melakukan pembayaran untuk perawatan Cahaya di RSIA ini dan katanya ada bapak-bapak yang ngikutin dia dari belakang. Katanya, bapak-bapak ini minta kwitansi pembayaran RS karena dia petugas pemprov yang mendampingi pasien. Itu menurut Mawar, ya. Saya bilang untuk jangan langsung kasih, fotokopi dulu supaya tetap ada arsip kwitansinya, tapi Mawar terlanjur memberikan kwitansi aslinya. Yoweslah.
Jujur, pada momen tersebut saya agak bingung mendeskripsikan Mawar. Dia terlihat polos, naif, sopan, tapi di sisi lain saya bisa merasakan sesuatu yang janggal. Akan ada beberapa hal lain yang akan saya ceritakan mengenai kejanggalan ini.
Seperti saat dia laporan ke saya kalau dia sudah sampai di RSHS. Cahaya dibawa langsung ke kamar isolasi dan ternyata ditemani oleh ibunya. Lagi-lagi, saya minta ke Mawar fotonya Cahaya. Dia bilang dia ngga boleh masuk. Saya minta dia foto situasi sekitar saja. Dia bilang tidak bisa karena banyak polisi.
1 April 2020
Hari itu Mawar mengirimkan foto Cahaya ke saya. Foto dari luar ruangan katanya, makanya burem karena fotonya dari kaca. Di dalam foto itu ada anak perempuan tiduran di kasur rumah sakit sambil minum susu. Kamarnya bagus sekali seperti kamar VIP. Mawar bilang, “Ini rezeki Cahaya, Ibu. Dia dipindah ke ruangan khusus anak, 1 kamar isi 2 orang. Sebelumnya mah disatuin sama dewasa.” Saya nggak bisa melihat dengan jelas apakah itu benar Cahaya atau bukan. Tapi, hati kecil saya bilang bukan.
Pada hari ini yang dikeluhkan Mawar adalah status ibu Cahaya yang ternyata harus dites Covid-19 juga. Saya bilang kalau begitu lebih baik satu panti saja yang dites, karena Cahaya ‘kan juga berasal dari panti. Mawar mengeluhkan biayanya, “Gimana ya caranya biar bisa gratis?” Saya bilang coba tanya pada pihak rumah sakitnya, mungkin ada kebijakan mengenai hal ini. Dia kembali bertanya, “Ke pihak RS teh ke bagian apa?” Naif memang hal seperti itu saja ditanyakan. Saya jawab dengan rasa kesal, “Coba tanya langsung aja ke dokternya, supaya jadi perhatian.”
Oh iya, Cahaya juga sudah dites, tapi hasilnya belum keluar. Katanya.
2 April 2020
Cahaya terus-terusan berlendir dan harus ganti susu soya. Mawar menanyakan ke saya soal pinjaman uang untuk beli susu soya. Saya kirim secukupnya dan saya bilang nggak usah minjam kalau untuk Cahaya saya ikhlas. Saya tanya, “Selama ini Cahaya susunya apa?” Dia bilang SKM. SUSU KENTAL MANIS. YAKALI. Saya marah, jelas. Anak batita dikasih SKM tuh gimana coba? Jelas-jelas isinya cuma gula aja. Mawar jawab, “Jangan dimarahin plisss..” Lalu, dia cerita hari itu dia lagi sedih banget karena panti habis kebanjiran dan usaha anak-anak panti pun ditipu orang sampai hilang uang sebesar 15 juta. Saya cuma jawab, “Semoga rezekinya kembali lagi dan dilipatgandakan ya.” Saya semakin yakin ada yang salah.
Di hari ini, saya coba grasak-grusuk sendiri. Saya coba cari beberapa teman dokter dan mulai tanya-tanya ke mereka ada yang punya kenalan di RSHS atau tidak. Tapi saat itu, belum ada titik terang.
4 April 2020
Maghrib itu Mawar hubungi saya lagi katanya hasil tes Cahaya baru keluar. Cahaya positif Covid-19. Lagi-lagi saya minta foto dan kalau bisa videocall saya mau, Mawar jawab tidak ada karena sudah tidak bisa dijenguk. Terlebih Cahaya tiba-tiba memburuk kondisinya. Harus pakai ventilator juga. Ibunya juga diminta pulang saja oleh pihak RS. Lagi-lagi itu katanya Mawar. Saya nggak tahu mau percaya atau tidak.
6 April 2020
Ada missedcall di HP saya dari Mawar, nggak sempat saya angkat karena lagi school from home bersama Une. Saya pikir kalau penting pasti akan telepon lagi. Setelah maghrib, betul saja ada telepon lagi dari Mawar, tapi nggak sempat saya angkat. Tiba-tiba ada chat yang isinya: Bunin… Cahaya meninggal.
Sedih? Nggak. Saya flat banget. Apalagi malam itu saya memang sedang ada pekerjaan, jadi saya pikir saya memang harus mengontrol emosi saya. Terlebih ketika saya telepon Mawar, semakin aneh perasaan saya sampai-sampai merasa sedih pun tidak. Kenapa?
- Saya minta dia menceritakan kejadian runut meninggalnya Cahaya. Dia bilang Cahaya meninggal di ICU, tadi sore. Padahal paginya sempat dijenguk dan Cahaya minta minum terus, katanya. Saya tanya, “Ada fotonya nggak?” “Di sini teh nggak boleh bawa hp masuk ke ICU-nya. Harus dititipin ke satpamnya. Mau jenguk aja, kata satpamnya pasien Cahaya nggak boleh dijenguk. Kayaknya di sini ada misterinya deh, Bu..” YA ELO MISTERINYA, rasanya pingin saya gituin. Saya kontrol suara saya supaya nggak ketawa.
- Saya tanya jadinya sekarang jenazahnya di mana? Dia bilang nggak tahu ada di mana, mungkin di kamar jenazah. Saya minta dia untuk ngecek ke kamar jenazah, dia jawab, “Aduh Ibu, Mawar nggak tahu di mana ya kamar jenazahnya?” Saya sudah kepalang kesal, saya jawab, “YA TANYA DONG MBAK! Itu anak panti Mbak lho yang meninggal, masa Mbak nggak bisa ngecek di mana kamar jenazahnya? Yang nggak mungkin-mungkin aja deh Mbak ini!”
Dari saat itu, saya sudah nggak peduli mau Cahaya hidup atau tidak. Saya cuma butuh tahu ini nyata atau nggak. Akhirnya, malam itu saya coba tulis di IGstory saya, “Apakah ada teman-teman yang bekerja di RSHS? Tolong DM aku ya, penting.” AND INSTAGRAM DID ITS MAGIC!
Malam itu juga saya langsung dihubungi oleh seseorang yang bekerja di RSHS, sebut saja namanya Putri. Saya minta tolong dicarikan nama pasien bernama Cahaya Ayu usia 3 tahun di RS tersebut. Putri menjelaskan ruangan-ruangan yang dipakai selama Covid-19 di sana. Lalu saya ingat, saya pernah dikirimi foto Cahaya yang sedang tiduran di kamar ruangan khusus itu. Saya langsung kirim foto itu ke Putri dan dia bilang, “Bunin, ini jelas bukan di RSHS.” DUAAAR. Menurut Putri, nggak ada ruangan seperti ini, terlalu bagus untuk RSHS. Terlebih juga 1 kamar isinya 4. Putri pun mengirimkan saya foto-foto ruangan yang dipakai untuk isolasi Covid-19. Nggak ada satupun yang bahkan mendekati ruangan di foto tersebut.
Saya juga tanya, “Memang nggak bisa foto-foto ya di sana? Katanya banyak polisi?” Putri jawab, “Nggak ada polisi kok, situasinya sangat memungkinkan kalau mau foto-foto di luar.” DUAAAR. Bener ‘kan perasaan saya.
7-8 April 2020
Pagi itu, Mawar chat saya lagi. Dia kirim video Cahaya pas masih sehat. Lalu cerita tentang pemakaman Cahaya yang sudah dilaksanakan pukul 2 dini hari. Saya minta foto katanya nggak ada karena nggak bisa lihat dari dekat dan tidak disholatkan pula. Katanya juga tidak boleh ke makam dulu selama tiga hari. Tapi beberapa jam kemudian, dia cerita kalau jenazah Cahaya sempat dibawa pulang dulu ke rumah. Saya tanya, “Kok boleh dibawa pulang? ‘Kan katanya Covid-19.” “Di surat kematiannya katanya DBD, Bu. Karena trombositnya rendah.” WOW BERUBAH LAGI JAWABANNYA. Dia pun pakai jurus, “Ini Bunin nggak percaya ya sama aku?” WAH JELAS MBAK, tapi saya lagi nyari momen yang pas buat skakmat-in, Mbak 🙂
Saya tanya di mana makam Cahaya, dia bilang nggak ada nama TPU-nya. Saya minta alamat lengkap panti (sebenarnya dulu saya sudah pernah catat tapi saya coba minta lagi). Mawar kasih saya alamat pantinya, tapi bukan alamat yang detail gitu. Saya bilang akan ada keluarga saya yang takziah ke sana. Mawar jawab, “14 hari lagi ya Bu, karena panti lagi dikarantina dulu 14 hari. Khawatir kena kayak Cahaya kemarin gitu.” Ya kan kamu bilang meninggalnya bukan karena Covid-19, kok nggak mau disamperin sih? Huehehe. Dan tiba-tiba, Mawar minta nomor rekening saya. Katanya ingin mengembalikan uang yang saya kirim beberapa hari lalu. Saya nggak ngerti ini maksudnya apa. Kalau menipu kenapa mau kembalikan lagi? Apa jangan-jangan ini memang cara mainnya? Alih-alih nggak enak hati tapi berharap saya bilang, “Nggak usah balikin Mbak”, begitu?
Di sisi lain, Putri hubungi saya. Dia kirim hasil pencarian dia. Tidak ada pasien meninggal atas nama Cahaya Ayu, bahkan pasien yang pernah dirawatpun tidak ada yang namanya Cahaya Ayu. DUAAAR. Putri juga bilang ternyata sudah cukup banyak kasus seperti ini sejak pandemi ini berlangsung. So teman-teman, stay safe ya.
Awalnya, jujur saya nggak mau uang saya dikembalikan, tapi setelah saya pikir-pikir saya mau bikin Mawar jera. Maksud saya yang tadinya ingin bersedekah jadi tidak terwujud karena ini adalah penipuan. Saya kasih nomor rekening saya ke Mawar, saya bilang saya sudah punya semua bukti. Mawar tanya, “Maksudnya Bunin apa?” Saya suruh dia bertanya saja sama dirinya sendiri dan transfer uangnya sebelum pukul 13. Setelah dia kirim bukti transfer dan saya cek uang yang masuk, saya langsung kirim semua bukti yang saya punya, “Sekarang apa argumentasi Mbak?”
Dia mengaku dia salah, dia mengaku dia menipu walaupun katanya tidak semuanya. Dia bilang dia hanya mengantar Cahaya sampai RSIA, lalu dia serahkan Cahaya dan ibunya pada petugas pemrov yg ngikutin dia selama di RSIA. Jadi kata Mawar, urusan Cahaya dirawat di mana sampai akhirnya meninggal, itu dia tidak tahu menahu. Foto anak yang dirawat itupun foto anak kandungnya Mawar. Jujur, saya nggak tahu apa alasan Mawar mengaku. Apa mungkin ini juga bagian dari cara mainnya? Kalau udah ketahuan ngaku aja? Kalau nggak ketahuan, gimana?
Saya marah. Saya marah karena saya tahu dibohongi dan orang yang membohongi saya ini masih saja pura-pura polos. Bagaimana bisa nitipin anak ke petugas yang belum dikenal? Dipikir saya bakal percaya apa??? NO. Saya bilang dari awal saya memang sudah curiga karena Mawar terlalu menyepelekan ini padahal ini nyawa urusannya, jawaban banyak yang muter-muter dan terlalu naif, selalu ada alasan ketika saya minta foto, bahkan yang lebih aneh dia tidak tahu kamar jenazah ada di mana. Saya bilang, “Jelaslah saya tahu Mbak ngibul! Apalagi waktu Mbak bilang Cahaya nggak bisa dijenguk di ICU karena kayaknya ada misterinya, jujur saya ketawa, Mbak! Mbak kira saya percaya? Nggaklah!”
Lucunya, Mawar ini sering banget ngebolak-balikin keadaan. Misalnya, “Saya bukan penipu… Mungkin Bunin cuma nggak mau dengar penjelasan saya..”, “Saya bukan orang jahat.. Dari bayi Cahaya minum SKM, saya nggak pernah minta Bunin biaya susunya.. Cahaya pakai baju-baju bekas dan nggak bagus, saya nggak minta baju-baju bekas Ayra..”, “Saya udah minta maaf berkali-kali sama Ibu tapi Ibu masih marah sama saya kayak gini…” Kalian nangkep nggak maksud saya? Jadi seolah-olah saya harus memahami alasan dia menipu, memaklumi dia menipu saya, dan saya berkontribusi pada keadaan Cahaya yang menurut dia kurang beruntung. Hey? Saya jembrengin soal ini ke dia. Saya bilang saya nggak peduli dan mau apapun alasannya menipu tetap perbuatan jahat. Saya juga bilang tidak perlu membolak-balikan keadaan seolah-olah jadi salah saya marah-marahin dia, padahal jelas-jelas dia duluan yang mencari masalah. Selesai ‘menyemprot’, saya langsung blocked seluruh kontaknya.
Setelah kebohongan demi kebohongan yang sudah dia lakukan, saya bahkan tidak tahu Cahaya itu ada atau hanya karangan Mawar saja. Bisa saja selama ini dia hanya mengambil foto dan video anak lain untuk diperankan menjadi Cahaya. Bisa aja.
Mungkin ada kesalahan saya dari awal yang terlalu percaya, sehingga hal ini bisa terjadi. Saya harap cerita ini bisa menjadi pembelajaran bagi teman-teman ya. Saya sengaja berbagi cerita ini agar kita tetap waspada, tidak hanya pada virusnya tapi juga pada oknum-oknum yang sengaja memanfaatkan pandemi ini untuk mencari keuntungan. Stay safe, stay healthy. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua, aamiin.
Teman-teman, setelah saya spread this blog link on IG, ternyata banyak yang bertanya/berkomentar terkait hal ini. Ini beberapa yang menurut saya perlu diluruskan ya:
- “Kok bisa percaya banget?” → Mawar ini mainnya smooth dari awal. Sangat sopan dan suka menolak kalau mau dibantu. Beberapa temanku malah ada yang bilang dia sangat profesional. Stok foto dan video ada dan setiap saat dia ngirimin ke saya. Ada beberapa kali saya mintapun langsung dia kirim. Ini stok foto dan video dari satu anak yang sama, si Cahaya itu, as if she’s real. Mungkin kalau kamu di posisi saya juga nggak akan ngeh ya kalau sebenernya sudah nggak beres dari awal.
- “Makanya jangan polos-polos banget” → Jujur aja ya, saya nggak ngerti yang komen begini empatinya di mana. HAHA. Mau bercanda juga menurut saya nggak pas ya untuk dibercandain. Ini bukan polos sayang, ini atur strategi dan belajar regulasi emosi, namanya. Kalau dari awal saya sudah emosian dan marah-marah, saya jamin pasti uang saya nggak balik. Saya cari dan kumpulin dulu semua bukti, biar saya enak labraknya 🙂
- “Gregetan deh sopan banget marahnya” → DUH ini kan hanya bentuk tertulisnya yang saya bahasakan ulang saja. Lagipun, ini saya tulis di dalam blog saya yang memang temanya tentang keluarga, nggak mungkin dong saya pakai bahasa yang kasar?
Untuk teman-teman yang lain, terimakasih atas kalimat-kalimat penyemangatnya. Ada salah satu teman kuliah saya dulu, namanya Dame, dia DM saya pagi ini: “People like this yang menghancurkan orang yang berniat baik. Remember that we’re not a fool, we’re just people who wanted to help. And wanting to help is nice.” 🙂
Sekali lagi, stay safe, stay healthy. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi kita semua, aamiin.
Always Love,
Aninda – The-A-Family
10,705 total views, 1 views today
Oh Maiiii greget bacanya BuNin!!! Pengen tak cabik-cabik itu si Mawar! Ga habis pikir ya kita relain waktu dan materi untuk bersedekah malah ditipu seperti itu. Playing Victim lagi pake bawa-bawa Ayra! Ga suka akutuh Kak Ay dibawa-bawa!. Udah salah ya salah aja ga usah merasa dirinya paling sengsara dan melarat! Swebeelll!!!
Maap ya BuNin ini komennya ga membantu, tekadung kesel!