WE ARE BACK
Oh God! Hello, we are back!
Nggak terasa sudah 8 bulan saya nggak nulis-nulis lagi di blog ini. Hmm.. Saya jadi tracing back ada apa saja yang membuat saya agak sibuk dan berpaling beberapa bulan ini. Yep, ternyata saya sibuk bikin kuliah WhatsApp di Kidaf + disibukkan juga dengan agenda rekaman podcast Rumpi Mami. Oh ya, ditambah beberapa pekerjaan lainnya yang ternyata cukup menyita waktu. Pantes aje nggak kepegang.
Walaupun begitu, saya selalu kangen bercerita. Kayaknya memang salah satu alasan saya tetap hidup adalah karena saya suka bercerita.
Hari ini, tepat 30 hari setelah pemerintah mengeluarkan perintah self-quarantine / social distancing / #dirumahaja. Gimana rasanya? Kalau saya nano-nano. Saya tipe orang yang senang berada di rumah – memang anak rumahan sedari kecil – jadi saya tidak merasa “terlalu berat” saat tahu harus mengurung diri di rumah. Apalagi memang keseharian saya sebagian besar dihabiskan di rumah, saya kerja dari rumah, urus anak-anak di rumah; jikapun keluar berarti memang karena ingin pergi atau ada meeting atau ada event yang berhubungan dengan pekerjaan.
Yang menjadi “agak berat” bagi saya ketika saya harus menjalani peran baru sebagai ibu guru SFH (school from home). Nggak, nggak pada hari-hari pertama, saya malah excited banget. Dari dulu saya memang bercita-cita ingin jadi ibu guru dan secara nggak langsung diwujudkan dengan SFH ini. Semakin ke sini materi pelajaran semakin berat, di situlah kadang saya semaput juga. Apalagi ditambah beberapa pekerjaan yang ternyata hadir dan nggak bisa ditinggal juga. Ada perasaan senang, tapi kadang juga ngerasa ambyar karena kudu juggling.
At some point, saya merasa kuat dan mampu menghadapi hari-hari ini. Tapi di banyak waktu lainnya, saya mengeluh, kebingungan, merasa kelabakan juga. Awalnya saya denial – ini mungkin berhubungan dengan kepribadian saya yang memang terbiasa untuk ‘berjuang dulu’ atau ‘hadapi dulu’ – tapi ternyata saya sadar kalau I am JUST a human. Mungkin banget punya segudang pemikiran dan perasaan negatif saat situasi berjalan seperti ini. TAPI INTINYA BUKAN ITU. Intinya gimana kita tetap bisa BERJALAN di tengah badai ini.
Cara yang paling ampuh – yang akhirnya saya lakukan – adalah list down hal-hal apa saja yang aku rasakan belakangan ini. Positifnya apa saja dan negatifnya apa saja. Saya juga tulis hal-hal yang menyamankan diri saya ketika adanya kejadian/perasaan/pikiran negatif. Bahkan kegiatan kecil seperti: “minum kopi” aja saya tulis karena itu jelas menyamankan saya, hehe. Dari situ, saya bisa tahu cara yang paling efektif yang bisa saya lakukan jika saya merasa stres, plus saya bisa belajar mengatur perasaan dan pemikiran saya. Saya juga tulis kegiatan yang perlu saya lakukan setiap harinya, supaya saya bisa membagi waktu dengan lebih rinci dan jelas. Saya catat semua tugas-tugas sekolah Une, saya catat pekerjaan yang perlu saya lakukan runut sesuai deadline-nya. Ternyata benar, Allah selalu selipkan hal baik di antara hal-hal yang kita anggap tidak baik.
Oh iya, saya juga sangat salut dengan teman-teman saya yang kuat banget perjuangannya. Ada yang tetap berkarya membuat kelas-kelas online, ada yang sampai beralih mata pencaharian, ada yang tetap bekerja normal karena memang tidak ada pilihan lain. Apapun itu, hal ini memang nggak mudah. Tapi yakin, kita pasti bisa melaluinya. This too shall pass.
Anak-anak gimana? Une dan Ayra alhamdulillah sehat. Ayahnya juga alhamdulillah sehat. Kami jadi doyan belanja online perintilan dekorasi kamar karena jujur ini adalah salah satu hiburan kami di masa pandemi ini 😀 Kalau Une, setiap hari SFH, ditambah tetap kumon. Kalau Ayra, tiap hari ya main hehehe tapi mulai saya kasih worksheet untuk main belajar-belajaran. InsyaaAllah, akan saya sambung lagi ya cerita-cerita ringan seperti ini. EH IYAAA, SAYA PUNYA CERITA SERU! Di post berikutnya saja yaaa 🙂
Always Love,
Aninda, S.Psi, M.Psi.T. — The-A-Family
3,057 total views, 1 views today